Intiplah!

IP

Rabu, 27 Mei 2009

standarisasi akuntansi perbankan syariah

Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh kalangan perbankan syariah saat ini adalah standarisasi sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan transparansi keuangan sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan keuangan kepada masyarakat. Kita mengetahui bahwa diantara kunci kesuksesan suatu bank syariah sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap kekuatan finansial bank yang bersangkutan, dan kepercayaan terhadap kesesuaian operasional bank dengan sistem syariah Islam. Kepercayaan ini terutama kepercayaan yang diberikan oleh para depositor dan investor, dimana keduanya termasuk stakeholder utama sistem perbankan di dunia ini.


Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan publik adalah tingkat kualitas informasi yang diberikan kepada publik, dimana bank syariah harus mampu meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan kapasitas di dalam mencapai tujuan-tujuan finansial maupun tujuan-tujuan yang sesuai dengan syariat Islam. Karena itu, membangun sebuah sistem akuntansi dan audit yang bersifat standar merupakan sebuah keniscayaan dan telah menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Tanpa itu, mustahil bank syariah dapat meningkatkan daya saingnya dengan kalangan perbankan konvensional. Bahkan jika kita melihat pada Al-Quran, maka kebutuhan pencatatan transaksi dalam sebuah sistem akuntansi yang tertata merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Baqarah : 282, dimana Allah SWT berfirman : ¡°Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya...¡±.
Tentu saja, kalau kita kaitkan ayat tersebut dengan konteks perbankan kontemporer, maka memiliki sistem akuntansi yang sistematis, transparan, dan bertanggungjawab, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Namun yang perlu kita perhatikan, terutama pada tataran operasional, sistem akuntansi pada perbankan syariah memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan sistem akuntansi perbankan konvensional, meski pada aspek-aspek tertentu, keduanya memiliki persamaan-persamaan. Diantara perbedaan yang sangat prinsipil adalah larangan riba / bunga dalam praktek perbankan syariah dan differensiasi produk perbankan syariah yang lebih variatif dan beragam bila dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional. Sehingga konsep dan struktur dasar investasi dan keuangan pada sistem perbankan syariah haruslah menjadi konsideran utama didalam membangun sistem akuntansi yang kredibel.
Mekanisme Dasar Bank Syariah
Sebagai sebuah lembaga intermediasi keuangan, mekanisme dasar bank syariah adalah menerima deposito dari pemilik modal (depositor) pada sisi liability-nya (kewajiban) untuk kemudian menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola atau skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua kategori utama, yaitu interest-free current and saving accounts dan investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) antara pihak bank dengan pihak depositor. Sedangkan pada sisi aset, yang termasuk didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai standar syariah, seperti mudarabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.
Untuk mencapai tujuan akuntansi yang bersifat standar, maka struktur dasar aktivitas investasi dapat kita bagi kedalam dua bagian, yaitu pertama, unrestricted investment accounts (rekening investasi tanpa batasan) dan yang kedua, yaitu restricted investment accounts (rekening investasi dengan batasan). Adapun maksud poin yang pertama adalah bank Islam memiliki kebebasan untuk menginvestasikan dana yang diterimanya pada berbagai kegiatan investasi tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan tertentu, termasuk menggunakannya secara bersama-sama dengan modal pemilik bank. Sedangkan maksud pada poin yang kedua adalah pihak bank hanya bertindak sebagai manajer yang tidak memiliki otoritas untuk mencampurkan dana yang diterimanya dengan modal pemilik banknya tanpa persetujuan investor. Selain kedua hal tersebut, bank syariah juga harus merefleksikan fungsinya sebagai pengelola dana zakat, dan dana-dana amal lainnya termasuk dana qard hasan. Sementara itu, pada aspek pengenalan (recognition), pengukuran (measurement), dan pencatatan (recording) setiap transaksi pada sistem akuntansi bank syariah terdapat kesamaan dengan proses-proses yang terjadi pada sistem konvensional.
Tujuan Akuntansi Keuangan
Untuk menjaga konsistensi, baik yang bersifat internal maupun eksternal bank, maupun untuk menjamin kesesuaiannya dengan syariat Islam, maka kita perlu mendefinisikan tujuan standarisasi akuntansi keuangan pada bank syariah. Hal ini juga sebagai upaya untuk memberikan panduan umum didalam menentukan sejumlah pilihan berdasarkan alternatif-alternatif yang ada. Adapun tujuan sistem akuntansi keuangan ini adalah pertama, untuk menentukan hak dan kewajiban semua pihak yang berkepentingan, seperti para depositor dan pemilik bank. Kemudian yang kedua adalah untuk menjamin keamanan dan keselamatan aset bank syariah, termasuk menjamin hak bank yang bersangkutan dan hak stakeholder lainnya. Yang ketiga, menjamin perbaikan manajemen dan kapabilitas produktif bank syariah agar senantiasa selaras dengan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan yang keempat adalah untuk menyediakan laporan keuangan yang berguna bagi para pemakainya ¡ªseperti pemegang saham, pemilik rekening, otoritas fiskal, dll¡ª sehingga memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang legitimate didalam melakukan negosiasi dan transaksi dengan pihak bank syariah.
Agar sebuah laporan keuangan tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, maka kualitas informasi yang diberikan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (i) asas manfaat, terutama bagi pihak pemakainya; (ii) relevansi antara laporan keuangan tersebut dengan tujuan pelaporannya; (iii) tingkat kepercayaan; (iv) komparabilitas, artinya dapat diperbandingkan berdasarkan periode waktu tertentu; (v) konsistensi, artinya metode yang digunakan konsisten dan tidak mudah berubah; dan (vi) mudah dipahami, serta tidak multi interpretasi. Selain keenam hal tersebut, informasi yang diberikan juga harus mencakup beberapa aspek. Pertama, informasi yang tersedia harus mampu menggambarkan pencapain tujuan yang ada dan konsistensinya dengan syariat. Jika bank melakukan deal pada transaksi yang diharamkan, misalnya terkait dengan sistem riba, maka harus dijelaskan secara detil mengenai pemisahan pencatatan transaksi tersebut. Dan yang kedua, informasi tersebut harus mampu membantu pihak luar bank untuk mengevaluasi rasio kecukupan modal, resiko investasi, likuiditas, dan berbagai aspek finansial perbankan lainnya. Ini sangat penting dilakukan, sehingga kredibilitas bank dapat dipertanggungjawabkan.
Tantangan kedepan
Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun sistem auditing dan akuntansi yang bersifat standar bagi kalangan perbankan syariah. Diantaranya adalah upaya yang dilakukan oleh AAOIFI (the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang berbasis di Bahrain. Sejak berdiri pada tahun 1991, lembaga ini telah banyak memberikan kontribusi yang signifikan. Namun tentu saja, masih banyak hal yang harus dikerjakan oleh para pakar dan praktisi perbankan syariah. Hal ini dikarenakan tantangan yang semakin besar, termasuk bagaimana bersaing secara sehat dan produktif dengan kalangan perbankan konvensional.
Diantara tantangan yang terberat kedepannya adalah bagaimana menciptakan standar metodologi akuntansi terhadap beragam tipe pola atau skema pembiayaan perbankan syariah yang dapat diterima secara internasional. Kemudian juga adalah tantangan regulasi yang secara umum belum menunjukkan keberpihakan yang lebih terhadap sektor perbankan syariah. Namun penulis berkeyakinan, bila semua pihak tetap konsisten didalam menegakkan konsep perbankan syariah secara utuh, maka lambat laun perbankan syariah kedepannya memiliki harapan untuk dapat menggantikan sistem perbankan konvensional.

dibuat oleh : LITA YUANITA
120103070435
2 ak 8

sunset policy dalam konteks perpajakan

Sebagian besar Negara di dunia ini memiliki sistem perpajakan untuk membiayai pengeluaran pemerintahnya. Tidak terkecuali dengan Indonesia di mana pajak menjadi tulang punggung untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang publik dan jasa publik.

Mekanisme perpajakan yang dianut di Indonesia saat ini untuk berbagai jenis pajak didasarkan pada self assessment system. Self assessment adalah suatu system yang menentukan bahwa rakyat yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak secara otomatis harus menghitung dan menetapkan sendiri berapa besarnya utang pajaknya, menyetorkannya ke Kas Negara dan mempertanggungjawabkan penghitungan, penetapan, dan pembayaran pajak tersebut kepada otoritas perpajakan yang disebut dengan istilah Fiskus.

Self assessment system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu :

1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak.
2. Kejujuran wajib pajak.
3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak.
4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang.


Self assessment system ini baru akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat diatas dapat dipenuhi.

Kenyataannya? Jangankan untuk jujur dalam menghitung kewajiban, atau disiplin untuk membayar, kesadaran untuk menjadi WAJIB PAJAK saja masih sangat kurang. Buktinya, tax ratio Indonesia masih dibawah rata-rata negara tetangga kita.

Tax ratio atau perbandingan antara penerimaan pajak dan produk domestik bruto (PDB) menunjukkan besar bagian PDB yang bisa ditarik kembali sebagai pajak oleh negara. Tax ratio juga bisa menjadi parameter untuk melihat seberapa produktif sistem perpajakan suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan negara, dimana semakin tinggi (rendah) nilai tax ratio, menjadi tolok ukur semakin maju (rendah) sistem perpajakan negara tersebut.

Karena sifat pungutan pajak yang membebani pengusaha dan tidak adanya imbal balik (kontra prestasi) secara langsung, masyarakat cenderung menghindari kewajiban pajak. SPT sebagai sebuah pertanggungjawaban WP atas perhitungan pajak diisi seadanya saja. Asalkan transaksi-transaksi yang terintegrasi dengan instansi/lembaga lain sudah dilaporkan, WP merasa cukup. Sementara itu, transaksi-transaksi yang tidak terpantau cenderung disembunyikan.

Saat ini Indonesia memiliki rasio pajak terendah kedua setelah Myanmar diantara negara-negara Asean. Rata-rata rasio pajak yang dimiliki Indonesia semenjak 1985-1999 adalah 11,31%, jauh di bawah Singapura (22,24%), Malaysia (20,17%), Thailand (17,28%) dan Filipina (14%).

Ketika UU Perpajakan direvisi kembali pada tahun 1994, rasio pajak yang dicapai juga hanya berkisar 12%. Yang lebih memprihatinkan, rasio pajak tahun 1997/1998, 1998/1999 dan 1999/2000 terus mengalami penurunan menjadi 11,4%, 9,7% dan 7,7%.

Coverage ratio atau perbandingan antara penerimaan pajak RIIL dibanding POTENSI pajak yang sebenarnya ada, menggambarkan tingkat kejujuran wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya. endahnya nilai tax coverage ratio mengindikasikan adanya banyak kewajiban pajak yang lolos dari penjaringan pajak. Sebagai gambaran, besar tunggakan pajak sampai pertengahan tahun 2000 yang lalu mencapai lebih kurang Rp 14 triliun.

Penerapan Self Asessement sebenarnya bisa efisien dan efektif jika pelaksanaannya disertai mekanisme kontrol yang baik yang didukung dengan sebuah database yang komprehensif. Logikanya jelas, jika wajib pajak X membayar sejumlah A maka Direktorat Jendral Pajak harus dapat membuktikan bahwa memang hutang pajak X adalah sejumlah A. Bagaimana caranya? Tentunya dengan sebuah komparasi data. Direktorat Pajak tidak dapat memeriksa ulang kewajiban wajib pajak tanpa basis data yang jelas.

Keterbatasan database di DJP, akan mulai teratasi dengan keluarnya UU KUP 27/2007 yang dipasal 35A ayat (1) dan (2) secara tegas menyoroti perihal akses data. Lewat pasal tersebut wajib pajak dipaksa untuk membuka akses data mereka bagi keperluan pemeriksaan pajak selama (sampai dengan) 10 tahun kebelakang.

Jika pasal ini benar benar diterapkan, banyak pihak yang percaya mayoritas wajib pajak bisa terkena tuduhan penggelapan pajak. Wajib Pajak yang jujur sepertinya sangat minoritas dinegeri ini. Terlihat dari persentasi tax ratio dan coverage ration yang rendah itu. Atas pertimbangan inilah kemudiah Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan sebuah fasiltas baru bernama Sunset Policy.

Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Dirjen Pajak dalam berbagai kesempatan, ia mengakui bahwa latar belakang dikeluarkan fasiltas tersebut adalah: "Untuk menghindarkan pengenaan sanksi atas kewajiban perpajakan masa lalu dan untuk memulai keterbukaan pelaksanaan perpajakan di masa mendatang."

Sunset Policy akan menjadi Ground Zero dimulainya era keterbukaan dan reformasi perpajakan, dengan sebuah database yang lebih akurat, ditahun 2009 dan selanjutnya.

Bagi sebagian Wajib Pajak, pemberian Sunset Policy kurang maksimal. Fasilitas yang habis masanya pada 31 Desember 2008 hanya memberi pembebasan atau pengurangan sanksi pembayaran bunga. Keringanan ini masih dirasakan kurang terutama bagi kalangan pebisnis yang sedari awal menginginkan adanya fasiltas pengampunan pajak (Tax Amnesty).

Tax Amnesty sendiri sudah mengalami tarik ulur yang cukup lama. Pemerintah selama ini berada dipihak yang resisten terhadap Amnesty. Pada tahun 2005 silam wacana untuk memberlakukan pengampunan pajak (tax amnesty) yang sudah dari zaman dahulu muncul, sebenarnya sudah mendapat sambutan positif dari pemerintah. Hal ini terlihat dari keinginan Menteri Keuangan waktu itu (Yusuf Anwar) untuk menyusun draft Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Tim Review untuk mengkaji dan mereview draft tersebut juga sudah terbentuk dan bekerja dengan baik. Sayangnya, pokok-pokok pikiran beserta draft RUU-nya belum sempat sampai ke Presiden, Yusuf Anwar keburu diganti. Upaya untuk menyusun Tax Amnesty tidak dilanjutkan.

Tax Amnesty sebenarnya dapat dibedakan menjadi Soft Tax Amnesty dan Hard Tax Amnesty. Soft Tax Amnesty memungkinkan untuk memberikan pengampunan atas sanski administrasinya, sementara Hard Tax Amnesty memberikan pengampunan atas Sanksi Pidananya. Untungnya, untuk mengantisipasi gagalnya RUU Tax Amnesty, pemerintah memasukkan Soft Amnesty ke dalam batang tubuh RUU KUP, yaitu dalam Pasal 37A.

Pasal 37A ini hanya berlaku satu tahun, yaitu tahun 2008 saja. Karena berlakunya hanya dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu di tahun pertama, maka kebijakan ini disebut Sunset Policy. Sunset sendiri berarti matahari yang hampir tenggelam. Sama dengan matahari yang hampir tenggelam (sunset), ketentuan (policy) yang ada dalam PAsal 37A UU KUP pun akan berakhir (tenggelam) pada 31 Desember 2008.


dibuat oleh : LITA YUANITA
120103070435
2 ak 8

Resiko dalam SIA berbasis Komputer

Akuntansi adalah sistem informasi yang mencatat, mengumpulkan dan mengkomunikasikan data keuangan untuk tujuan pengambilan keputusan. Sistem akuntansi yang efektif memberikan tiga tujuan luas. Pertama, pelaporan internal ke manajer untuk perencanaan dan pengendalian kegiatan rutin. Kedua, pelaporan internal untuk perencanaan strategik, dan ketiga untuk pihak eksternal yaitu: pemegang saham, pemerintah dan pihak luar lainnya. Ketiga-tiganya dihasilkan melalui pemrosesan data yang disebut transaksi akuntansi.

Pemrosesan data menjadi informasi dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan peralatan elektronik berupa komputer. Kemajuan dalam teknologi komputer mempunyai dampak yang luar biasa pada seluruh aspek kegiatan usaha. Akuntansi, sudah barang tentu tidak terlepas dari dampak tersebut. Dalam sistem akuntansi manual, data seba¬gai masukan (input) diproses menjadi informasi sebagai keluaran (output) dengan menggunakan tangan. Pada sistem akuntansi yang berkomputer atau yang lebih sering disebut Pemrosesan Data Elektronik (PDE), data sebagai input juga diproses menjadi informasi sebagai output. Keuntungan yang dapat dilihat secara jelas dari penggunaan komputer ini adalah kecepatan, ketepatan, dan kemudahan dalam memproses data menjadi informasi akuntansi.

Disamping keuntungan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan komputer sebagai alat pengolah data yaitu resiko-resiko yang khas dalam suatu lingkungan akuntansi berbasis komputer. Auditor harus menyadari resiko-resiko ini karena hal ini merupakan ancaman yang tidak ada dalam proses akuntansi manual.
Resiko-resiko dalam lingkungan pemrosesan data elektronik antara lain:

{slide=1. Penggunaan teknologi yang tidak layak}
Teknologi komputer memberi para analis sistem (system analyst) dan pemrogram (programmer) berbagai kemampuan pemrosesan. Teknologi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan pemakai untuk mengoptimalkan implementasi kebutuhan tersebut. Kekeliruan dalam penandingan antara teknologi dengan kebutuhan pemakai kebutuhan dapat mengakibatkan pengeluaran yang tidak perlu atas sumberdaya organisasi.

Salah satu penyalahgunaan teknologi adalah penggunaan teknologi baru sebelum adanya kepastian yang jelas mengenai kebutuhannya. Banyak organisasi memperkenalkan teknologi database tanpa menetapkan dengan jelas kebutuhan akan teknologi tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa para pemakai awal (new user) suatu teknologi baru seringkali mengkonsumsi jumlah sumberdaya yang cukup besar selama mempelajari cara penggunaan teknologi baru tersebut.

Penggunaan teknologi yang tidak layak antara lain:

  • Analis sistem atau pemrogram tidak mempunyai keahlian yang cukup untuk menggunakan teknologi tersebut.
  • Pemakai yang awam terhadap teknologi hardware yang baru.
  • Pemakai yang awam terhadap teknologi software yang baru.
  • Perencanaan yang minim untuk instalasi teknologi hardware dan software yang baru. {/slide}{slide=2. Pengulangan kesalahan}

Dalam pemrosesan manual, kesalahan-kesalahan dibuat secara individual. Jadi seseorang dapat memproses satu pos dengan benar, membuat kesalahan pada pos berikutnya, memproses 20 pos berikutnya dengan benar dan kemudian membuat kesalahan lainnya lagi.
Dalam sistem yang terotomatisasi, aturan-aturan diterapkan secara konsisten. Jadi, jika aturan-aturannya benar, pemrosesannya akan selalu benar. Tetapi jika aturan-aturannya salah, pemrosesannya akan selalu salah.
Kondisi-kondisi yang mengakibatkan pengulangan kesalahan meliputi:

  • Tidak cukupnya pengecekan atas pemasukan informasi input.
  • Tidak cukupnya tes atas program
  • Tidak dimonitornya hasil-hasil dari pemrosesan {/slide}{slide=3. Kesalahan berantai}

Kesalahan berantai merupakan ‘efek domino’ dari kesalahan-kesalahan di segenap sistem aplikasi. Kesalahan suatu bagian program atau aplikasi akan berakibat pada kesalahan kedua yang meskipun tidak berkaitan di bagian lain aplikasi. Kesalahan kedua ini dapat berakibat kesalahan ketiga dan seterusnya.

Resiko kesalahan berantai sering dikaitkan dengan pelaksanaan perubahan sistem aplikasi. Perubahan dilaksanakan dan diuji dalam program di mana perubahan terjadi. Namun demikian, beberapa kondisi dapat berubah karena adanya perubahan yang menimbulkan kesalahan di bagian lain sistem aplikasi tersebut.
Rantai kesalahan dapat terjadi di antara aplikasi-aplikasi. Resiko ini akan semakin besar sejalan dengan semakin terpadunya aplikasi. {/slide}{slide=4. Pemrosesan yang tidak logis}
Pemrosesan yang tidak logis merupakan akibat dari suatu kejadian yang diotomatisasi yang dapat dikatakan sangat tidak mungkin dalam proses manual. Contohnya adalah pembuatan cek untuk gaji dan upah untuk seorang pegawai yang melampaui Rp. 100 juta. Hal ini mungkin saja terjadi dalam sistem yang terotomatisasi yang timbul karena kesalahan pemrograman atau kesalahan hardware, akan tetapi tidak mungkin terjadi dalam sistem manual.

Kondisi yang dapat mengakibatkan pemrosesan yang tidak logis adalah karena:

  • Field-field yang terlalu kecil atupun terlalu besar.
  • Tidak diceknya nilai-nilai yang cukup besar dan tidak lazim pada dokumen output.
  • Tidak diamatinya dokumen-dokumen output.{/slide}{slide=5. Ketidakmampuan menerjemahkan kebutuhan pemakai ke dalam persyaratan teknis.}Salah satu kegagalan utama pengolahan data adalah adanya kegagalan komunikasi antara para pemakai dengan personil teknis. Dalam banyak kasus, para pemakai tak dapat menyatakan dengan baik kebutuhan-kebutuhan mereka dalam cara yang memudahkan proses penyiapan aplikasi komputer. Sebaliknya, orang-orang teknis komputer seringkali tidak mampu menyerap dengan baik kepentingan dan permintaan para pemakainya. Resiko pemuasan kebutuhan ini merupakan resiko yang kompleks.

Resiko yang timbul meliputi kegagalan untuk mengimplementasikan kebutuhan karena para pemakai tidak memiliki kemampuan teknis. Dampaknya adalah kebutuhan yang diimplementasikan adalah kebutuhan yang tidak layak karena personil teknis tidak memahami kebutuhan sebenarnya dari pemakai. Akibat lainnya adalah munculnya sistem manual yang semakin besar untuk menutup kelemahan-kelemahan dalam aplikasi komputer.

Kondisi ketidakmampuan menerjemahkan kebutuhan pemakai ini disebabkan antara lain:

  • Para pemakai tidak memiliki keahlian teknis EDP
  • Orang-orang teknis tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai permintaan pemakai.
  • Ketidakmampuan untuk merumuskan permintaan dengan cukup terinci.
  • Sistem yang digunakan oleh banyak ‘user’ tanpa ada ‘user ‘ yang bertanggung jawab atas sistem tersebut. {/slide}{slide=6. Ketidakmampuan dalam mengendalikan teknologi.}Pengendalian memang sangat diperlukan dalam penggunaan lingkungan berteknologi. Pengendalian-pengendalian akan menjamin bahwa versi yang tepat berada digunakan pada saat yang tepat; bahwa file-file yang tepat digunakan; bahwa para operator komputer melaksanakan instruksi yang tepat; prosedur yang memadai dikembangkan untuk mencegah, mendeteksi dan memperbaiki permasalahan yang terjadi; dan bahwa data yang tepat disimpan dan kemudian diperoleh dengan mudah jika diperlukan.

Kondisi yang menimbulkan teknologi yang tak terkendali mencakup:

  • Pemilihan kemampuan pengendalian sistem yang ditawarkan oleh rekanan pemrogram sistem yang tanpa memperhatikan kebutuhan audit.
  • Terlalu banyaknya pengendalian yang dikorbankan demi menjaga efisiensi operasi.
  • Prosedur-prosedur untuk memulai kembali/pemulihan (recovery data) yang tidak memadai.{/slide}{slide=7. Pemasukan data yang tidak benar}

Data dimasukkan dalam berbagai cara. Ada yang sistem batch atau on-line dengan melalui berbagai media input seperti key-to-disk, scanner dan sebagainya. Data input yang salah atau palsu merupakan penyebab yang paling sederhana dan paling lazim dari prestasi yang tidak diinginkan dalam suatu sistem aplikasi.
Dikalangan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia komputer ada istilah GIGO (Garbage In Garbage Out), artinya bila ada data masukan (input) yang diolah salah maka informasi yang dihasilkan juga akan salah
Kondisi yang dapat menimbulkan kesalahan pemasukan data, antara lain:

  • Nilai-nilai data sumber yang tidak layak atau tidak konsisten mungkin tidak dideteksi.
  • Kesalahan manusiawi dalam mengetik (keying) data atau kesalahan-kesalahan selama transkripsi mungkin tidak dideteksi.
  • Record data yang tidak lengkap atau diformat secara buruk mungkin diterima seakan-akan record itu lengkap.
  • Kesalahan mekanis peralatan hardware.
  • Kesalahan interpretasi karakter-karakter atau pengertian input yang dicatat secara manual.
  • Kesalahan prosedur pemasukan data.{/slide}{slide=8. Data yang terkonsentrasi.}

Dalam sistem manual, data ditimbun dan disimpan di berbagai tempat, jadi sukar bagi seseorang yang tak berwenang menghabiskan banyak waktu untuk melihat-lihat lemari-lemari arsip atau bidang penyimpanan manual lainnya.

Aplikasi yang dikomputerisasi seringkali memusatkan data dalam suatu format yang mudah diakses. Seseorang yang tak berwenang dapat melihat-lihat dengan menggunakan program komputer. Ini akan sulit dideteksi tanpa adanya pengamanan yang memadai. Selain itu, data dapat disalin dengan cepat tanpa meninggalkan jejak yang dapat terlihat atau menghancurkan data orisinilnya. Jadi, pemilik data tidak akan sadar bahwa data tersebut telah dicuri atau dirusak.

Teknologi database ternyata telah meningkatkan resiko manipulasi data dan pencurian nilai informasi itu bagi seseorang yang tidak berwenang. Sebagai contoh, informasi mengenai seseorang dalam aplikasi gaji dan upah terbatas pada pembayaran berjalan. Tetapi kalau data tersebut disertai dengan riwayat personil, maka bukan hanya informasi pembayaran berjalan saja yang tersedia akan tetapi juga riwayat pembayaran gaji, keahlian individual, tahun masa kerja, perkembangan pekerjaan dan mungkin juga mengenai evaluasi prestasi.

Konsentrasi data meningkatkan permasalahan mengenai reliabilitas (andalnya) data yang lebih besar dari sekadar sekeping data atau sebuah file data saja. Jika fakta yang dimasukkan ternyata salah, semakin banyak aplikasi yang mengandalkan data tersebut, semakin besar dampak kesalahannya. Selain itu, semakin banyak aplikasi yang menggunakan data yang terkonsentrasi, semakin besar dampaknya jika data tersebut hilang karena problem yang terjadi pada hardware atau software yang digunakan untuk memroses data tersebut.

Kondisi yang dapat menimbulkan permasalahan akibat konsentrasi data mencakup:

  • Tidak memadainya pengendalian akses yang memungkinkan akses yang tidak berwenang ke data.
  • Data yang salah dan dampaknya terhadap pemakai data tersebut.
  • Dampak gangguan-gangguan hardware dan software yang menyediakan data bagi para pemakai.{/slide}{slide=9. Ketidakmampuan dalam mendukung pemrosesan.}

Aplikasi yang dikomputerisasi harus memiliki kemampuan untuk mendukung pemrosesan. Dukungan ini meliputi baik kemampuan untuk merekonstruksi pemrosesan suatu transaksi saja maupun kemampuan untuk merekonstruksi total pengendalian. Aplikasi-aplikasi yang dikomputerisasi harus dapat menghasilkan semua sumber transaksi yang mendukung pengendalian menyeluruh. Tujuannya adalah untuk tujuan perbaikan kesalahan dan pembuktian kebenaran pemrosesan. Kalau terjadi kesalahan, personil komputer harus menunjukkan penyebab kesalahan itu sehingga penyebab-penyebab itu dapat diperbaiki. Auditor seringkali memverifikasi kebenaran pemrosesan, yaitu apakah pemrosesan data telah benar.

Kondisi yang dapat mengakibatkan timbulnya ketidakmampuan untuk penyediaan pendukung pemrosesan antara lain:

  • Bukti pendukung tidak disimpan cukup lama
  • Biaya untuk mendukung pemrosesan melebihi manfaat yang dapat diperoleh dari proses.{/slide}


Sistem aplikasi didesain untuk melayani pemakai akhir, tetapi mereka juga dapat menyalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak diinginkan. Seringkali sangat sulit menentukan apakah pengguanaan sistem tersebut sesuai dengan pelaksanaan masing-masing pekerjaan mereka yang sah.
Seorang karyawan mungkin mengubah informasi untuk penggunaan tidak sah; misalnya, ia mungkin menjual data rahasia mengenai informasi kepada perusahaan lain atau pesaing. Atau ia dapat menggunakan sistem untuk kepentingan pribadinya. Atau karyawan yang tidak puas atau yang dipecat mungkin merusak atau mengubah record – sedemikian rupa, sehingga record-record pendukungnya juga rusak dan tidak berguna.
{/slide}
{slide=11. Kesalahan prosedur pada fasilitas EDP}
Baik kesalahan maupun tindakan yang tak sengaja dilakukan oleh staf operasi EDP dapat menimbulkan prosedur-prosedur yang tidak tepat dan pengendalian yang terlambat dan mungkin kehilangan-kehilangan dalam media penyimpanan dan output.
Contohnya antara lain:

  • File-file mungkin rusak selama reorganisasi database atau selama membersihkan ruang disk.
  • Pemeliharaan hardware mungkin dilakukan sementara data tengah berada dalam posisi on-line.
  • Suatu program mungkin dilaksanakan dua kali dengan menggunakan sebuah transaksi yang sama.
  • Pengawasan personel operasi yang tidak memadai selama pergantian jam istirahat.
  • File-file atau disk yang penting mungkin disusun tanpa adanya penulisan yang dilindungi atau label yang gampang terhapus.{/slide}{slide=12. Kesalahan-kesalahan program}

Meskipun program dirancang dan dikembangkan melalui prosedur yang pengujian dan review yang memadai namun demikian masih mungkin akan berisikan kesalahan yang tidak memadai. Selain itu para pemrogram dapat dengan sengaja memodifikasi program untuk menghasilkan pengaruh sampingan yang tidak diinginkan, atau mereka dapat menyalahgunakan program yang menjadi tanggungjawab mereka.
Contohnya antara lain:

  • Record-record mungkin dihapus dari file penting tanpa ada jaminan bahwa record yang dihapus tersebut dapat direkonstruksi kembali.
  • Para pemrogram mungkin menyelipkan perintah tertentu dalam program yang dapat memanipulasi data untuk kepentingan mereka sendiri.
  • Perubahan-perubahan program tidak diuji dengan cukup memadai sebelum digunakan dalam pelaksanaan produksi.
  • Perubahan program dapat menimbulkan kesalahan baru karena adanya interaksi yang tak terduga diantara modul-modul program.
  • Program tidak mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan yang terjadi hanya untuk kombinasi input yang tidak lazim ( mis. program yang diharapkan dapat menolak semua nilai kecuali rentang nilai tertentu ternyata dapat menerima nilai tambahan).
  • Para pemrogram mungkin tidak menyediakan suatu log (catatan perubahan) atau salinan pendukung untuk memformalisasikan aktivitas aplikasi.{/slide}{slide=13. Kerusakan sistem komunikasi.}
NAMA: Yunita Listari
NPM: 120103070439
kelas 2 ak 8

Jenis-jenis akuntansi

1. Akuntansi biaya

2. Akuntansi keuangan

3. Akrual basis dan kas basis

4. Akuntansi manajemen

1. Akuntansi biaya adalah suatu bidang akuntansi yang diperuntukkan bagi proses pelacakan, pencatatan, dan analisa terhadap biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas suatu organisasi untuk menghasilkan barang atau jasa. Biaya didefinisikan sebagai waktu dan sumber daya yang dibutuhkan dan menurut konvensi diukur dengan satuan mata uang. Penggunaan kata beban adalah pada saat biaya sudah habis terpakai. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya menurut beberapa pakar:

  • Menurut Schaum

Pengertian dari Akuntansi biaya: adalah suatu prosedur untuk mencatat dan melaporkan hasil pengukuran dari biaya pembuatan barang atau jasa. Fungsi utama dari Akuntansi Biaya: Melakukan akumulasi biaya untuk penilaian persediaan dan penentuan pendapatan.

  • Menurut Carter dan Usry

Pengertian dari Akuntansi Biaya: Penghitungan biaya dengan tujuan untuk aktivitas perencanaan dan pengendalian, perbaikkan kualitas dan efisiensi, serta pembuatan keputusan yang bersifat rutin maupun strategis.

2. Akuntansi Keuangan adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis". Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.


3. Pencatatan dalam akuntansi pada umumnya berdasarkan dua sistem yaitu basis kas dan basis akrual.

BASIS KAS (Cash Basis) Pencatatan basis kas adalah teknik pencatatan ketika transaksi terjadi dimana uang benar-benar diterima atau dikeluarkan.

BASIS AKRUAL (Accrual Basis) Teknik basis akrual memiliki fitur pencatatan dimana transaksi sudah dapat dicatat karena transaksi tersebut memiliki implikasi uang masuk atau keluar di masa depan. Transaksi dicatat pada saat terjadinya walaupun uang belum benar - benar diterima atau dikeluarkan.

4. Definisi akuntansi manajemen menurut ''Chartered Institute of Management Accountant'' (1994:30) yaitu: ''Penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk per bulan tertentu atau periode tertentu.

akuntansi dan laporan keuangan

Akuntansi dan Laporan Keuangan

Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-IAI. Saat ini, secara garis besar Standar Akuntansi Keuangan berisi 59 PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang melandasinya dan 4 IPSAK. Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh IAI merupakan hasil adaptasi dari International Accounting Standards.

· Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam Standar Akuntansi Keuangan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia sebagai salah upaya harmonisasi dan dinamisasi praktik akuntansi keuangan internasional dalam usaha menjawab tantangan di era globalisasi.

· Akuntansi sering disebut dengan “bahasa bisnis” karena akuntansi adalah sebuah sistem informasi yang menyediakan laporan-laporan bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi sebuah perusahaan. Akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi agar dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijaksanaan. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk laporan akuntansi atau lebih dikenal dengan istilah laporan keuangan.

· Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

· Terdapat empat jenis laporan keuangan utama, yakni neraca (laporan perubahan posisi keuangan), laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Pelaporan keuangan (financial reporting) mencakup tidak hanya laporan keuangan, tetapi juga media-media lain yang dapat digunakan untuk mengomunikasikan informasi baik yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan proses akuntansi. Misalnya, laporan tahunan kepada para pemegang saham tidak hanya berisi laporan keuangan utama, seperti tercantum di atas, tetapi juga informasi lain, seperti rasio-rasio keuangan yang dianggap penting, ikhtisar jumlah atau saldo rekening-rekening tertentu.

· Pihak-pihak yang terkait dengan laporan keuangan adalah IAI, Bapepam, BEJ, Kantor Pajak dan Kantor Akuntan Publik (Auditor) serta para pemakai laporan keuangan lainnya. Dengan cara yang berbeda masing-masing pihak memiliki tujuan yang sama, yakni menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas (dapat dipercaya dan diandalkan, relevan, serta tepat waktu).


Kerangka Konseptual Akuntansi dan Profesi Akuntan

1. Di dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan perusahaannya, manajemen memiliki keleluasaan untuk memilih alternatif prinsip atau metode akuntansi yang dimaksudkan untuk mencerminkan secara akurat kondisi ekonomi perusahaan dalam kaitannya dengan bisnis dan transaksi-transaksi operasinya. Untuk itu, diperlukan suatu acuan dalam praktik akuntansi di dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangannya. Kerangka dasar akuntansi dan pelaporan keuangan ditetapkan sebagai maksud untuk mendefinisikan secara luas tentang tujuan, istilah dan konsep-konsep yang berkaitan dengan praktik akuntansi yang pada akhirnya sangat diperlukan untuk menetapkan ruang lingkup dan batas-batas akuntansi dan laporan keuangan.

2. Kerangka tersebut memuat hal-hal berikut. (1) Tujuan laporan keuangan. (2) Asumsi dasar. (3) Karakteristik kualitatif laporan keuangan. (4) Unsur laporan keuangan. (5) Pengakuan dan pengukuran unsur laporan keuangan. (6) Konsep modal dan pemeliharaan modal.

3. Asumsi dasar dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah dasar akrual dan kelangsungan usaha. Terdapat empat karakteristik laporan keuangan, yakni dapat dipahami, relevan, keandalan dan dapat dibandingkan. Unsur-unsur laporan keuangan antara lain adalah aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, laba, rugi, setoran kepada pemilik, distribusi kepada pemilik.

4. Secara umum sekurang-kurangnya terdapat tiga pihak yang berkarier dalam bidang akuntansi, yang terkait dengan akuntansi dan pelaporan keuangan, yaitu akuntan manajemen (akuntan perusahaan), akuntan publik dan para pemakai laporan.


Laporan Laba Rugi dan Laporan Perubahan Ekuitas

1. Laporan keuangan suatu perusahaan terdiri atas berikut ini.

1. Laporan Laba Rugi.

2. Laporan Perubahan Ekuitas.

3. Laporan Neraca.

4. Laporan Arus Kas.

1. Laporan keuangan merupakan hasil pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran catatan data, penerapan prinsip-prinsip dan kebiasaan akuntansi, dan penggunaan data pengalaman pribadi penyusunnya. Oleh sebab itu, tak mengherankan apabila laporan keuangan mengandung keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut.

1. Bersifat Historis.

2. Bersifat Umum.

3. Pemakaian taksiran dan pertimbangan pribadi.

4. Berisi informasi yang material saja.

5. Bersifat konservatif.

6. Menekankan pada makna ekonomis, tidak pada bentuk hukumnya.

7. Menggunakan istilah teknis akuntansi.

8. Mengandung berbagai alternatif metode akuntansi.

9. Tidak dapat menyajikan informasi kualitatif yang bersifat nonkeuangan.

1. Penyajian laporan laba rugi dapat dilakukan dalam 2 bentuk sebagai berikut.

1. Bentuk multiple step (langkah bertahap).

2. Bentuk single step (langkah tunggal).

2. Dalam bentuk Langkah Bertahap laporan laba rugi berisi informasi sebagai berikut:

1. Penjualan.

2. Harga Pokok Penjualan atau Beban Penyediaan Jasa.

3. Laba Kotor.

4. Beban Usaha.

5. Laba Usaha.

6. Pendapatan dan Beban Lain-lain.

7. Laba Sebelum Pos Luar Biasa.

8. Pos-pos Luar Biasa.

9. Pengaruh Kumulatif dari Perubahan Prinsip Akuntansi.

10. Laba Sebelum Pajak Penghasilan.

11. Pajak Penghasilan.

12. Laba Bersih.

3. Dalam laporan laba rugi bentuk langkah tunggal hanya dikenal satu jenis laba saja, yaitu laba bersih.

4. Untuk menggambarkan perubahan hak milik perusahaan yang tertanam dalam perusahaan, perlu disusun Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan ini dapat digabungkan dengan Laporan Laba Rugi, apabila informasi perubahan jumlahnya tidak banyak. Dalam perseroan laporan ini sering disebut Laporan Perubahan Laba Ditahan karena umumnya perubahan modal terjadi pada pos Laba Ditahan saja. Namun, apabila perubahan juga terjadi pada pos-pos modal pemilik yang lain maka perlu disusun laporan perubahan ekuitas secara lengkap.

Pos-pos Luar Biasa

1. Para akuntan (termasuk IAI) sekarang cenderung untuk menggunakan konsep all-inclusive dalam penyusunan perhitungan laba rugi untuk suatu perusahaan.

2. Satu-satunya pos juga dibebankan atau dikredit langsung ke rekening Laba Ditahan adalah penyesuaian periode sebelumnya yang diakibatkan karena koreksi kesalahan, dan perubahan akuntansi tertentu yang memerlukan penyusunan kembali laporan keuangan periode sebelumnya.

3. Seluruh laba atau rugi luar biasa dan yang jarang terjadi langsung ditutup ke rekening Ikhtisar Laba rugi dan dilaporkan dalam perhitungan laba rugi. Transaksi yang tidak biasa, material, dan jarang terjadi disajikan secara terpisah sebagai kelompok pos-pos luar biasa. Pos-pos lain yang jumlahnya material, tetapi tidak dapat dikelompokkan sebagai pos luar biasa dilaporkan dan diungkapkan secara terpisah.

4. Penyesuaian kumulatif yang terjadi akibat perubahan prinsip akuntansi diungkapkan secara terpisah sebelum laba bersih.

5. Penghentian segmen kegiatan dari suatu perusahaan diklasifikasikan secara terpisah dalam perhitungan laba rugi sesudah laba dari kegiatan yang terus berjalan dan sebelum pos-pos luar biasa.

Neraca

1. Neraca adalah laporan yang menunjukkan posissi keuangan dari suatu perusahaan pada saat tertentu. Posisi keuangan ini meliputi keadaan aktiva, kewajiban dan ekuitas dari suatu perusahaan. Dengan cara menghubungkan pos-pos tertentu dlam neraca, kita dapat menilai keadaan likuiditas, solvabilitas dan fleksibilitas keuangan perusahaan. Oleh karena itu, neraca harus disusun secara sistematis dengan menggunakan klasifikasi yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2. Klasifikasi dan penyajian pos-pos dalam neraca dilakukan sebagai berikut.

1. Aktiva Lancar. Disajikan sesuai dengan urutan likuiditasnya, artinya pos yang segera dapat dicairkan menjadi uang tunai disajikan di urutan paling atas.

2. Investasi. Investasi perusahaan pada perusahaan anak atau pada perusahaan afiliasi harus disajikan secara terpisah.

3. Aktiva tetap. Dapat dibedakan menjadi aktiva tetap berwujud dan aktiva tidak berwujud. Pos-pos aktiva tetap disajikan dalam neraca menurut kekekalannya. Aktiva tetap yang umurnya paling panjang disajikan paling atas, sedangkan aktiva tetap yang umurnya lebih pendek disajikan di bawahnya.

4. Aktiva lain-lain. Klasifikasi aktiva lain-lain digunakan untuk menampung pos-pos aktiva tidak lancar yang tidak dapat dikelompokkan dalam klasifikasi di atas.

5. Kewajiban lancar. Pos-pos kewajiban lancar disajikan sesuai dengan urutan likuditasnya. Utang lancar yang segera dibayar disajikan dalam urutan teratas.

6. Kewajiban jangka panjang. Penyajian kewajiban jangka panjang harus mengungkapkan ikatan-ikatan yang ada dalam kontrak utang jangka panjang yang bersangkutan, seperti tingkat bunga, tanggal jatuh tempo, aktiva yang dijadikan jaminan dan sebagainya.

7. Ekuitas pemilik. Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas disajikan dalam neraca berdasarkan kekekalannya. Jenis modal yang sifatnya paling kekal disajikan paling atas, dan yang kurang kekal disajikan di bawahnya.

3. Neraca dapat disusun dengan menggunakan bentuk akun (rekening) atau bentuk laporan. Dalam bentuk rekening (bentuk skontro) aktiva dilaporkan pada sisi sebelah kiri dan kewajiban serta modal pemilik pada sebelah kanan. Dalam bentuk laporan, bagian aktiva, kewajiban dan modal pemilik disusun secara vertikal (dari atas ke bawah). Bentuk laporan ini lebih populer karena dapat membandingkan 2 buah neraca atau lebih untuk tahun-tahun yang berurutan.

Catatan Atas Laporan Keuangan

1. Selain pos-pos yang terdapat dalam buku besar perusahaan, dalam neraca juga perlu disajikan informasi tambahan yang dapat berupa peristiwa bersyarat, kebijaksanaan penilaian dan kebijaksanaan akuntansi yang digunakan, kontrak-kontrak jangka panjang dan peristiwa kemudian.

2. Teknik penyajian informasi tambahan dapat dilakukan dalam bentuk tanda kurung, catatan kaki, skedul pendukung, referensi silang dan rekening kontra.


Ruang Lingkup Laporan Arus Kas

1. Laporan arus kas adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dalam suatu periode akuntansi.

2. Tujuan laporan arus kas adalah menyediakan informasi sumber dan penggunaan kas dan setara kas selama periode akuntansi serta rekonsiliasi kas di awal periode dengan kas di akhir periode ditambah saldo setara kas.

3. Bentuk umum dari laporan arus kas menunjukkan penerimaan dan pengeluaran kas yang terbagi ke dalam tiga kategori, yakni: arus kas yang berasal dari aktivitas operasi; arus kas yang berasal aktivitas investasi dan arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan.

4. Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Arus kas yang berasal dari aktivitas operasi dapat dilaporkan dengan menggunakan di antara dua metode baik langsung maupun tidak langsung.

5. Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.

6. Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.

7. Arus kas dari aktivitas operasi berasal dari aktivitas produksi normal perusahaan dan penjualan barang dan jasa.

8. Arus kas dari aktivitas investasi berasal dari aktivitas pembelian atau penjualan aktiva tetap, bangunan, peralatan, piutang wesel dan investasi.

9. Arus kas dari aktivitas pendanaan berasal dari kenaikan atau penurunan pendanaan utang dan pendanaan ekuitas dan dari pembayaran dividen kepada pemegang saham.

Penggunaan Laporan Arus Kas

1. Laporan arus kas merupakan laporan yang relatif masih baru, efektif berlaku di Indonesia sejak tahun 1994. Laporan arus kas dapat disusun dengan menggunakan metode langsung atau metode tidak langsung. PSAK No.2 mengimbau agar laporan arus kas disusun dengan menggunakan metode langsung.

2. Klasifikasi arus kas bervariasi di antara berbagai negara. Tetapi pada umumnya terdapat 3 kategori arus kas, yaitu (1) arus kas dari aktivitas operasional, (2) arus kas dari aktivitas investasi, dan (3) arus kas dari aktivitas pendanaan (financing). Standar akuntansi Inggris membuat klasifikasi arus kas yang paling lengkap. Di Inggris arus kas dikelompokkan menjadi delapan kategori.

3. Ada delapan pola arus kas. Arus kas operasional yang positif menunjukkan kondisi keuangan lebih baik dari pada arus kas operasional yang negatif. Arus kas investasi yang negatif menunjukkan perusahaan sedang melakukan perluasan usaha, sedangkan apabila arus kas investasi negatif menggambarkan perusahaan berusaha mencari dana untuk menutup defisit arus kas operasional. Arus kas pendanaan yang positif menunjukkan perusahaan mencari sumber pendanaan dari luar untuk menutup defisit arus operasional atau untuk melakukan ekspansi. Sedangkan arus kas pendanaan yang negatif menunjukkan perusahaan sedang melunasi pinjaman kepada para kreditor atau mengembalikan modalnya kepada para pemegang saham.

Penyusutan

Definisi penyusutan menurut PSAK No. 17 adalah alokasi jumlah suatu aktiva
yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk
periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang:
a. diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi; dan
b. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan
c. ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

Aktiva yang dapat disusutkan seringkali merupakan bagian signifikan aktiva perusahaan. Penyusutan karenanya dapat berpengaruh secara signifikan dalam menentukan dan menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
Masa manfaat adalah:
a. periode suatu aktiva diharapkan digunakan oleh perusahaan; atau
b. jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aktiva oleh
perusahaan.

Estimasi dari masa manfaat suatu aktiva yang dapat disusutkan atau suatu
kelompok aktiva serupa yang dapat disusutkan adalah suatu masalah pertimbangan
yang biasanya berdasarkan pengalaman dengan jenis aktiva yang serupa.

aktiva yang menggunakan teknologi baru atau yang digunakan dalam produksi suatu
produk baru atau yang digunakan dalam pembelian suatu jasa baru dan hanya sedikit
pengalaman mengenai jasa tersebut, estimasi masa manfaat lebih sulit namun tetap
dibutuhkan.

Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan untuk suatu perusahaan mungkin lebih pendek daripada usia fisiknya. Sebagai tambahan terhadap aus dan kerusakan fisik (physical wear and tear) yang tergantung pada faktor operasional (seperti frekuensi penggunaan aktiva, program perbaikan dan pemeliharaan), faktor-faktor lain juga perlu dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut termasuk keusangan yang timbul dari perubahan teknologi atau perbaikan dalam produksi, keusangan yang timbul dari perubahan dalam permintaan pasar terhadap output produk atau jasa dari aktiva, dan pembatasan hukum seperti tanggal batas penggunaan. Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan harus diestimasi setelah mempertimbangkan faktor berikut:
a. taksiran aus dan kerusakan fisik (physical wear dan tear)
b. keusangan
c. pembatasan hukum atau lainnya atas penggunaan aktiva.

Masa manfaat dari aktiva yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan persentase penyusutan disesuaikan untuk periode sekarang dan yang akan datang jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya. Pengaruh perubahan harus diungkapkan dalam periode akuntansi di mana perubahan terjadi.
Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu aktiva, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisanya. Penghapusan aktiva adalah penghapusan nilai buku suatu aktiva yang dilakukan apabila nilai buku yang tercantum tidak lagi menggambarkan manfaat dari aktiva yang bersangkutan. Penghapusan aktiva berbeda dengan penyusutan. Nilai sisa suatu aktiva seringkali tidak signifikan dan dapat diabaikan dalam penghitungan jumlah yang dapat disusutkan. Jika nilai sisa signifikan, nilai tersebut diestimasi pada tanggal perolehan atau pada tanggal dilakukannya revaluasi aktiva (hanya mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah), berdasarkan nilai yang dapat direalisasikan pada tanggal tersebut untuk kondisi yang hampir sama dengan aktiva yang digunakan.

Pengakuan Beban

Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pangakuan kewajiban atau penurunan aktiva (penyusutan aktiva tetap). Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of costs with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang. Namun penerapan konsep matching ini tidak memperkenankan pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi definisi aktiva atau kewajiban. Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aktiva. Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk.

Indeks Harga Saham & Obligasi


Indeks Harga Saham & Obligasi


A. INDEKS HARGA SAHAM

Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.

Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.

Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula.

Di Bursa Efek Indonesia terdapat 6 (enam) jenis indeks, antara lain:

  1. Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
  2. Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
  3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.
  4. Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
  5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
  • Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
  1. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.
  2. Indeks KOMPAS 100. merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham dengan proses penentuan sebagai berikut :
  1. Telah tercatat di BEJ minimal 3 bulan.
  2. Saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).
  3. Berdasarkan pertimbangan faktor fundamental perusahaan dan pola perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkan saham tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham.
  4. Masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekwensi transaksi serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar Reguler, selama 12 bulan terakhir.
  5. Dari sebanyak 150 saham tersebut, kemudian diperkecil jumlahnya menjadi 60 saham dengan mempertimbangkan nilai transaksi terbesar.
  6. Dari sebanyak 90 saham yang tersisa, kemudian dipilih sebnyak 40 saham dengan mempertimbangkan kinerja: hari transaksi dan frekwensi transaksi serta nilai kapitalisasi pasar di pasar reguler, dengan proses sebagai berikut :

    i. Dari 90 sisanya, akan dipilih 75 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler.
    ii. Dari 75 saham tersebut akan dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler.
    iii. Dari 60 saham tersebut akan dipilih 40 saham berdasarkan Kapitalisasi Pasar.
  7. Daftar 100 saham diperoleh dengan menambahkan daftar saham dari hasil perhitungan butir (e) ditambah dengan daftar saham hasil perhitungan butir
  8. Daftar saham yang masuk dalam KOMPAS 100 akan diperbaharui sekali dalam 6 bulan, atau tepatnya pada bulan Februari dan pada bulan Agustus.


    B. INDEKS OBLIGASI PEMERINTAH

Indeks Obligasi Pemerintah pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004, sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan obligasi pemerintah.

Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:
• Sebagai barometer dalam melihat perubahan yang terjadi di pasar obligasi.
• Sebagai alat analisa teknikal untuk pasar obligasi pemerintah
• Benchmark dalam mengukur kinerja portofolio obligasi
• Analisa pengembangan instrumen obligasi pemerintah.

Formula yang digunakan dalam pengembangan informasi Indeks Obligasi Pemerintah:
1. Price (Performance) Index
2. Yield Index
3. Total Return Index

Kami mengharapkan dengan adanya Indeks Obligasi Pemerintah ini akan memenuhi kebutuhan Pasar Modal di Indonesia, khususnya Pasar Obligasi dalam pembentukan transparansi harga di Pasar, sehingga terwujud harga wajar obligasi dan pasar yang efisien.


Nama : Susi yustina

Npm : 120103070423

Inflasi dan perekonomian Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Inflasi dan perekonomian Indonesia sangat saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi, sudah dipatikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana akan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi.


Inflasi dan perekonomian

Inflasi

Bulan dan tahun Tingkat inflasi
Mei 2007 6.01 %
April 2007 6.29 %
Maret 2007 6.52 %
Februari 2007 6.30 %
Januari 2007 6.26 %
Desember 2006 6.60 %
November 2006 5.27 %
Oktober 2006 6.29 %
September 2006 14.55 %
Agustus 2006 14.90 %
Juli 2006 15.15 %
Juni 2006 15.53 %
Mei 2006 15.60 %

Data inflasi dari catatan Bank Indonesia

Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.[1]

Bulan dan tahun Pertumbuhan ekonomi
Maret 2006 4.6 %
Juni 2006 5.2 %
September 2006 5.5 %
Desember 2006 6.1 %

Data pertumbuhan ekonomi dari catatan Bank Indonesia

Perekonomian

Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.

Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini didalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya.

diterbitkan : jujuw_120103070453